Pages

Senin, 31 Desember 2012

2012;2013

kemarin, ada waktu-waktu di mana kita merangkai cerita
menyatukan kepingan-kepingan asa, menjadikanya utuh
membuat janji-janji untuk saling menguatkan, karena masing-masing dari kita terlalu rapuh untuk berdiri sendiri
hari ini, kita masih mempunyai waktu-waktu untuk meneruskan rangkaian cerita
masih menyusun kepingan asa, menambahkan harapan baru, membuatnya semakin utuh
janji-janji yang kita buat juga masih ada, walau kadang kita lupa, tapi kebersamaan kembali mengingatkan bahwa sendiri itu menyesakkan
namun esok, entah kapan,
jika kisah kita ini berakhir, maka semua akan menghilang satu demi satu
seperti langit jingga yang berubah menjadi kelabu
dan kemudian menyisakkan rindu
tapi, tetaplah berjalan ke tempat tujuanmu
tetaplah merangkai ceritamu
tetap wujudkan asamu
dan ingatlah janji yang pernah tersirat antara aku dan kamu
rindu itu biar jadi petunjuk ke mana kita akan bertemu :)

                                                                                                               -2012;2013

Sabtu, 24 November 2012

Esok

Esok,
harus jadi lebih baik
aku, kamu, dunia
harus bisa lebih sabar
amarah, benci sirna

Esok,
angan harus jadi nyata
mimpi, bangun, wujudkan

Esok,
semoga masih ada
kita, cita, cinta

Selasa, 30 Oktober 2012

Dad, did i grow up according to plan?



"Hey Dad, look at me. Think back and talk to me. Did i grow up according to plan?"

Lantunan lagu simple plan yang tidak sengaja aku dengar hari ini membuyarkan semua konsentrasiku. Sempurna, pikiranku kosong hari ini. Hubungan ku dengan bapak yang memang sedang tidak baik membuatku merasa lagu itu baru saja menyindirku.
aaah, tapi memang bukankah selama ini hubungan ku dengan bapak tidak pernah bisa dibilang baik?

Aku anak pertama dari tiga bersaudara dan satu-satunya anak yang selalu terang-terangan menentang beberapa sikap bapak yang menurutku tidak sesuai. Berbeda dengan sikap adikku yang lebih memilih untuk diam, aku lebih sering berdebat dengan bapak.

Bapak bukanlah orang tua yang selalu berusaha mengakrabkan diri dengan anaknya. Aku dan adik-adikku memang tidak begitu dekat dengan bapak, tapi hanya aku yang selalu terang-terangan menentang bapak. Bapak orang yang keras kepala, sering bersikap tak acuh bahkan terhadap anaknya sendiri, bapak bukan orang yang keras terhadap anaknya karena bapak seringnya tak peduli. Kadang aku merasa sikap bapak sering kekanak-kanakan, jalan pikirannya sulit untuk dimengerti. Bapak adalah orang yang menyimpan semua masalahnya sendiri, menyembunyikan kesulitannya sendiri, bahkan dari ibu. Bapak mempunyai harga diri yang terlalu tinggi.

Beberapa hari yang lalu aku dan bapak sempat bersitegang via sms. Iya, melalui media pesan singkat itu kami berdebat. Panjang sekali, mengenai suatu masalah yang tidak bisa aku sebutkan di sini. Hingga akhirnya bapak yang mengakhiri komunikasi itu, sms ku tidak lagi dibalasnya, sampai hari ini belum ada lagi komunikasi diantara kami. Sempat beberapa kali aku mengirimi bapak sms tapi tidak dibalas satupun. Oke, aku memang bodoh. Karena sms yang aku kirim masih membahas masalah yang sama, aku tau bapak pasti menghindar untuk berdebat lagi denganku. Harusnya aku mengirimkan ucapan maaf, iya aku tau itu, harusnya  aku mengirimkan ucapan maaf. Tapi entah kenapa aku tidak bisa, bukan karena aku tidak merasa bersalah, aku merasa bersalah, bahkan di setiap perdebatan kami aku selalu merasa bersalah walau pada akhirnya tetap bapak yang selalu mengalah.

Aku dan bapak memang tidak pernah terbuka satu sama lain. Aku tidak pernah bercerita tentang kehidupan pribadiku pada bapak dan bapak juga tidak pernah bertanya padaku. Seringnya kami hanya berdebat. Bahasa ku dengan bapak hanya perdebatan. Untuk hal-hal kecil sekalipun kami berdebat. Pernah suatu hari aku berdebat mengenai siapa yang harus memasak di dapur. Aku terang-terangan tidak mau jika bapak yang memasak di dapur, aku tidak suka masakannya, rasanya aneh. Bapak suka bereksperimen dengan masakan, bapak sering menambahkan bumbu-bumbu sesukanya yang seharusnya tidak digunakkan dalam resep masakan itu.  Tapi bapak tetap ingin  memasak di dapur. Kami beradu mulut. Hanya untuk masalah sesederhana itu, tapi aku tidak bisa menerimanya. Belum lagi dengan beberapa masalah yang lain, kami bisa berdebat lebih hebat lagi. 

Hubungan bapak yang tidak baik dengan keluarga besar ibu, juga sering menjadi bahan pertengkaranku dengan bapak. Keluarga besar ibu memang tidak menyukai bapak. Untuk beberapa sikap bapak aku bisa setuju dengan keluarga besar ibu kalau itu memang tidak baik. Tapi di luar itu semua, aku selalu merasa sedih setiap kali mendengar saudara ibu menjelek-jelekkan bapak. Aku tetap tidak terima, walau harus kuakui itu semua benar bahwa bapak memang begini bahwa bapak memang begitu. Semua yang mereka bilang itu benar. Tapi aku tidak terima. Aku ingin membela bapak, tapi aku tidak tahu harus bagaimana karena semua yang mereka bilang itu benar. Ujung-ujungnya rasa amarahku terhadap bapak justru semakin bertambah. Harusnya bapak tidak seperti itu, harusnya bapak bisa bersikap lebih baik, hingga jika ada yang menjelek-jelekkan bapak aku bisa membelanya.

Bapak memang jauh dari ayah yang sempurna baik. Bapak memang bukan kepala keluarga yang sempurna bijak. Bapak memang bukan orang yang sempurna sempurna.
Ayolah, emang tidak ada orang yang sempurna.
Tapi harusnya bapak bisa lebih baik dari itu, yang bisa membuatku beranggapan bahwa bapaklah bapak paling sempurna yang ada di dunia ini.

Hubungan kami yang tidak pernah akur dan sikapku yang sering menentang bapak selama ini membuatku berpikir apa bapak menyesal mempunyai anak seperti aku? Yang sering menuntut ini dan itu. Anak yang sering bersitegang dengannya.

Rasanya aku ingin menjumpainya. Duduk berdua, berhadapan. Berbicara dari hati yang tidak pernah bisa kami lakukan selama ini.
Aku ingin bertanya, apakah anak perempuannya ini tumbuh sesuai dengan keinginannya
Apakah selama ini aku sudah cukup baik
apakah aku sudah cukup membuatnya bangga
apakah aku sudah cukup dewasa dan mengerti segala hal untuk menentang setiap keputusannya
Aku tahu pasti jawabannya tidak.

aaah, iya
aku bahkan tidak cukup sempurna untuk menuntut mempunyai bapak yang sempurna bukan?

Kadang di beberapa sisi aku merasa sikapku ini mirip sekali dengan bapak. Sama keras kepala, sama keras hati, sama tak acuh, sama sulit dimengerti setiap perangainya. Mungkin itu yang membuat kami tidak pernah akur, dan itu juga yang kadang membuatku marah dengan bapak, kalau saja bapak memiliki sikap yang lebih baik aku juga akan mempunyai sikap yang sama baiknya.

Lihat kan, aku bahkan tidak cukup baik untuk menuntut memiliki bapak yang lebih baik.

Ada satu pesan bapak yang selalu aku ingat, aku simpan rapat-rapat dihatiku. Dulu bapak pernah berpesan "Nduk, bapak mungkin ga bisa menyekolahkan adik-adik kamu sampai setinggi kamu kelak, makanya bapak minta tolong adik-adik mu nanti adalah tanggung jawabmu".
Itu pesan yang bapak sampaikan dulu, saat aku masih duduk di bangku SMP. Pesan pertama bapak dari hatinya. Aku hanya mengangguk saat itu. Tapi di belakang bapak aku menangis. Dalam sekali. Entah kenapa rasanya hatiku sakit. Bukan, bukan karena ada tanggungjawab besar yang baru saja aku terima, sejak dulu sebelum bapak berpesan seperti itu pun di dalam hatiku sudah aku tetapkan adik-adikku adalah tanggung jawabku saat ini dan sampai kapanpun. Aku menangis karena aku tiba-tiba diselimuti rasa takut saat itu, aku takut kehilangan bapak.

Iya, bapakku memang bukan orang yang sempurna, masih jauh dari bapak yang sempurna baik. Tapi dia tetap bapakku. Tetap orang yang harus aku hormati, yang harus aku jaga kehormatanya.

Aku tau, walaupun dengan cara yang agak aneh, dengan cara yang tidak biasa, dengan cara yang sulit untuk dimengerti, bapak menyayangiku juga adik-adikku dan ibu tentunya

Lepas dari hubungan kami yang tidak pernah akur, ataupun sikap keluarga besar ibu yang tidak pernah menyukai bapak, bapak tetap bapakku. Darahnya mengalir dalam darahku.

Kembali aku ingin bertanya pak, apa aku tumbuh sesuai keinginanmu? Apakah anak perempuan yang keras kepala, sok tau, dan tak acuh seperti aku ini yang bapak inginkan? Yang setiap saat berdebat, sering menentang mu, haruskah aku bersikap seperti itu terus?

Harusnya aku mengucap maaf.
Mengatakan bahwa aku rindu bapak.
Harusnya. Iya memang seharusnya begitu.
Hanya saja aku tidak tahu bagaimana caranya, harusnya bapak mengajarkan ku. Harusnya bapak mengajariku mengucap maaf, mengungkap rindu. Harusnya.

Maaf pak. Aku tetap sayang bapak, dengan cara yang sama sulit dimengertinya seperti cara bapak menyayangi kami anak-anak bapak.

"Nothing gonna change the things that you said. Nothing gonna make this right again. Please dont turn your back. I cant believe it's hard, just to talk to you. But you dont understand"
"Dad, did i grow up according to plan?"


Jumat, 26 Oktober 2012

Tulisan mu dan Pikiran mereka

Tulisan adalah bahasanya penulis. Penulis yang saya maksud di sini adalah si pembuat tulisan apapun itu, ya kan?  Tulisan adalah pikiran si penulis yang dituangkan dalam bentuk kata, dirangkai menjadi kalimat, dengan tambahan tanda baca. Dari situ pembaca bisa mengerti maksud dari penulis.
Tapi bahayanya adalah ketika maksudnya itu ga sampai ke orang yang tepat, atau jika tulisan itu bisa dibaca banyak orang jadi malah multitafsir, melenceng dari maksud sebenarnya. Kalau sudah seperti itu nantinya bisa jadi timbul reaksi yang juga tidak diinginkan dari pembaca, bahayanya lagi ketika si penulis tidak bisa mengontrol reaksi pembaca.

Entah kenapa jadi kepikiran tentang hal-hal itu. Terus jadi mikir, selama ini saya nulis di blog  kebanyakan asal-asalan dan isinya sama sekali ga bermanfaat menimbulkan efek apa ya terhadap pembaca saya? Yah, walaupun emang ga banyak sih orang yang berkunjung ke blog saya ini hehe
Tapi tetep kepikiran. Jujur selama ini saya nulis di blog hanya sebatas iseng. Menulis apapun yang terlintas dipikiran, dari pengalaman pribadi, apa yang  saya rasa saya lihat ataupun saya dengar. Seringnya tulisan-tulisan yang ga penting, saya sendiri mengakui terang-terangan memang tulisan yang ga penting hehe
Kadang cuma sebatas ungkapan emosi yang dirasakan saat itu. Kadang mellow. Kadang ga jelas, cuma potongan-potongan kalimat, bukan cerita. Kadang bagi saya itu tidak bermakna, hanya ingin menuangkan saja dalam tulisan, tapi kan belum tentu bagi pembacanya kan? Bisa saja tulisan yang saya buat memberikan pengaruh padanya, kalau positif ya syukur, tapi kalau negatif? Atau bisa juga tulisan saya sama sekali tidak bermanfaat baginya, dan diujung dia selesai membaca malah menggerutu karena sudah menghabiskan waktu untuk membaca tulisan yang tidak penting.

Menulis sama seperti berbicara kan? hanya saja tidak secara langsung. Kalau berbicara kita bisa mengamati langsung reaksi lawan bicara, jadi ketika ada pembicaraan yang salah bisa dilihat dari reaksi lawan bicara dan bisa segera diralat. Tapi kalau tulisan?
Tanggung jawab dari sebuah tulisan itu lebih besar dari sebuah percakapan biasa, ya kan?
Sama seperti tulisan saya yang ini, bisa saja anda yang membaca 100% mengerti maksud saya dan setuju tapi bisa juga tidak.

Karena pemikiran itu sekarang saya jadi harus berpikir berkali-kali untuk mempublish tulisan dimanapun itu yang bisa diakses banyak orang. Berdasarkan penilaian diri sendiri tentang tulisan yang saya buat, yang saya rasa-rasa bukan tulisan penting atau kurang bermanfaat karena cuma iseng,  membuat saya jadi lebih berhati-hati dalam menulis.
aaah sepertinya cita-cita untuk menjadi penulis profesional masih jauh

Yah tapi penilaian orang siapa yang tau.
Bahkan postingan saya yang ini pun saya tidak berani menjamin 100% penting dan bermanfaat haha, tapi setidaknya ini bukan hanya potongan-potongan kalimat yang biasa saya buat.

semoga bermanfaat :)

Kamis, 17 Mei 2012

Loving You



Loving you is hurt sometimes 
I'm standing here, you just don't bye 
I'm always there, you just don't feel 
Or you just don't wanna feel 
-D'cinnamons-

Senin, 07 Mei 2012

Let it go :')

Saat yang kamu ingin tak bisa kamu miliki
Saat yang kamu rasa tak bisa kamu mengerti
Saat semua rencana yang kamu susun tidak berjalan sesuai yang kamu ingini
Biarlah


Ada kalanya hatimu berontak, tidak terima, mencari pembenaran, berharap mendapat dukungan
tak apa, biarkan saja
ada kalanya hatimu butuh waktu untuk itu


Tapi, setelah itu, buatlah kesepakatan dengannya
yakinkan hatimu bahwa memang beginilah seharusnya


bahwa yang kamu ingin memang tidak selalu bisa kamu miliki
karena hal yang kamu ingini bukan selalu hal yang kamu butuhkan


bahwa rasa hanyalah gumpalan asa
cinta, suka, benci, senang, sedih, semua sama
tidak ada yang beda
jadi tak perlu sibuk mengartikannya satu persatu


bahwa untuk satu rencana yang gagal hari ini
akan ada seribu rencana lain menanti
bisa jadi jauh lebih baik dari bayangan awalmu


buatlah hatimu berdamai dengan setiap keputusan alam
tidak ada yang harus disalahkan
tidak mereka, tidak dia, juga tidak kamu


My faith is saking
but i gotta keep trying
gotta keep my head held high :)
there's always gonna be another mountain
i'm always gonna wanna make it move
-the climb, miley cyrus-

m1 = m2

"Karena agar dua persamaan garis bisa sejajar, butuh gradien yang sama"
........

"Hanya jika dua garis sejajar, maka besar proyeksinya sama"
.......

Minggu, 06 Mei 2012

Kecepatan = Jarak per satuan Waktu

" Bukankah untuk bergerak dengan kecepatan tertentu sebuah benda membutuhkan jarak dan waktu? "
......

Senin, 26 Maret 2012

"Surat Untuk Ibu"

Iseng buka account kompasiana yang udah lama banget ga dibuka, dan menemukan satu fiksi "Surat Untuk Ibu" yang saya buat dulu. Hampir lupa malah pernah nulis ini.




"Surat Untuk Ibu"





Ibuuuuuuuuuuuuuuuu
Apa kabar di sana?
Ibu, dari dulu ingin sekali aku bertanya, surga itu seperti apa? Indah ya?
Pasti indah, buktinya ibu tak pernah kembali lagi sejak sampai di sana, aku iri.
Bagaimana kabar ayah? Salam cium ya bu untuk ayah.
Ibu sudah bertemu dengan kakak???
Bagaimana keadaanya di sana? Baikkan? Seceria dulu kan?
Aku khawatir sekali ibu.
Selama satu tahun terakhir ini kakak terlihat murung, sejak ia dipecat dari tempatnya bekerja.
Wajahnya selalu terlihat sedih, memang sih kalau di depanku dia tetap seceria biasanya tapi kalau malam aku sering melihat ia menangis ibu, sampai terisak-isak, ingin aku bertanya mengapa tapi aku tidak berani.
Ibu tau, aku malah ikut menangis di belakangnya, maaf ya ibu aku tidak bisa membantu kakak.
Sejak kakak tidak bekerja, kami jadi jarang makan, ibu. Biasanya setiap hari selalu ada nasi dan lauk, lengkap malah, aku bisa makan sampai 5 piring sehari, tapi semenjak kakak tidak bekerja nasi yang ada hanya sedikit bu, hanya untuk sekali makan.
Aku tidak berani makan banyak, aku kan harus membaginya dengan kakak.
Sungguh ibu, aku tidak tega melihat kakak begitu sedih, sepertinya banyak sekali beban yang ada di pikirannya.
Apalagi sore itu, ketika Mak Rohmah datang ke kontrakkan kami menagih uang kontrakan.
Dia berteriak-teriak di depan kakak, sungguh tidak sopan ibu, aku ingat sekali dulu ibu selalu bilang kalau berbicara di hadapan orang lain tidak boleh berteriak-teriak, tapi Mak Rohmah tak henti-hentinya berteriak marah-marah di hadapan kakak, aku lihat wajah kakak jadi pucat, berkali-kali ia mengucap maaf atas keterlambatan pembayaran kontrakkan.
Si Mak Rohmah malah terlihat tak perduli, tapi akhirnya dia pergi dengan satu ancaman, minggu depan kami harus sudah melunasi uang kontrakkan kalau tidak kami harus pindah dari kontrakkannya .
Aaahhh, jahat sekali Mak Rohmah itu ibu, ingin sekali aku menarik rambutnya karena sudah membuat kakak ku sedih, tapi aku urung melakukannya, kalau aku lakukan kakak pasti akan tambah sedih kan bu? Ibu juga pasti.
Tau tidak ibu, padahal hari itu aku juga mendapat surat peringatan dari sekolah, sudah 3 bulan uang sekolahku belum dibayar dan jika dalam minggu ini tidak juga dibayar maka aku tidak diperbolehkan mengikuti ujian kenaikan kelas.
Aku bingung sekali saat itu bu, aku tidak tega menyampaikannya kepada kakak, dia pasti akan bertambah sedih.
Ibu, andai ibu ada di sini, ayah juga, setidaknya kakak tidak sendirian. Ah tapi kan sekarang kakak sudah bersama ibu dan ayah di sana, pasti bahagia.
Ibuku sayang, aku rindu kakak, rindu sekali.
Dia yang dulu selalu melindungiku saat anak-anak nakal mengejekku, mereka bilang aku tidak punya ibu tidak punya ayah, aku bilang saja pada mereka bahwa aku tentu punya ibu juga ayah tapi di surga.
Tapi mereka terus saja mengejekku, menertawakanku, dalam hati aku bertanya memangnya apa yang lucu dengan seorang anak yang ibu dan ayahnya di surga?
Untung aku punya kakak yang hebat, dengan sekali gertakan mereka langsung lari, cepat sekali ibu, ada yang hampir terjatuh malah, aku dan kakak hanya tertawa melihatnya. Padahal kan aku laki-laki dan dia perempuan, harusnya aku yang melindungi kakak ya bu? Maaf bu, aku kan masih kecil.
Oiya, ceritaku masih belum selesai bu.
Keesokan harinya, aku lihat wajah kakak sudah kembali ceria seperti dulu, bahagia sekali sepertinya.
Kakak bilang, ia sudah mendapat pekerjaan baru, kakak tidak menyebutkan apa tapi ia bilang bosnya baik sekali.
Kata kakak, bosnya itu mengijinkan ia untuk mengambil gaji terlebih dahulu, jadi kami bisa membayar uang kontrakkan ke Mak Rohmah, kakak juga membelikan aku buku baru bu, melunasi uang sekolahku juga. Aku senang sekali.
Tapi, pekerjaan baru kakak membuat aku kesepian bu. Jika dulu kakak berangkat kerja bersamaan dengan aku berangkat sekolah dan sudah pulang saat sore, tapi sekarang kakak justru baru berangkat kerja sore hari dan pulang malam sekali, seringnya aku sudah tidur jika kakak pulang.
Sebenarnya aku takut sekali ibu, malam-malam tidur sendirian di rumah, tapi aku mencoba memberanikan diri. Di luar sana kakak berjuang untuk aku, maka aku juga harus berjuang melawan rasa takut ini.
Lama kelamaan aku mulai terbiasa ibu. Bahkan ibu bisa liat sekarang, aku sendirian malam ini, di depan bangunan yang aku tidak tahu apa, berlindung dari hujan.
Aku tidak menangis, bu.
Hingga beberapa hari kemudian, entah kenapa sampai pagi, ketika jam menunjukan pukul 6 pagi, kakak belum juga pulang.
Aku khawatir sekali ibu. Aku tidak tahu harus mencari kakak kemana, jadi aku memutuskan untuk tidak masuk sekolah, menunggu kakak di rumah. Maaf ya ibu, aku membolos.
Anehnya, sampai hari menjelang sore kakak belum juga sampai rumah. Aku takut sekali saat itu ibu, ingin menangis tapi aku tahan. Kalau kakak pulang dan melihat aku menangis pasti dia jadi khawatir.
Mungkin, memang kakak sedang sibuk hingga tidak sempat pulang.
Malamnya, ada seorang polisi datang ke rumah. Seragam yang dikenakkannya sama persis dengan yang dulu dipakai ayah jika bekerja bu, makanya aku tahu dia polisi.
Dia datang menanyakan apakah benar ini rumah kakak, aku jawab iya. Kemudian dia bertanya mana ayah dan ibu, aku jawab di surga. Dia juga bertanya berapa umurku, aku jawab dengan lantang ”8 tahun pak!”
Setelah itu, ia tidak melanjtukan bertanya dengan ku ibu. Ia kemudian bertanya kepada Mbak Riri, tetangga sebelah. Aku tidak mengerti apa yang mereka bicarakan. Tapi raut wajah Mbak Riri berubah jadi sedih saat mendengar ucapan polisi itu. Beberapa kali di sela-sela percakapannya dengan polisi itu ia melirikku. Aku hanya diam, tak mengerti ibu.
Kemudian Mbak Riri mengajakku ke rumah sakit. Berkali-kali aku bertanya ada apa, mengapa kita ke rumah sakit, tapi jawabannya hanya singkat, ”kita mau jemput kakak mu”
Ibuuuuuu, aku benar-benar tidak mengerti. Memangnya ada apa dengan kakak saat itu, kenapa ia di rumah sakit, bukankah seharusnya dia sedang bekerja?
Sesampainya di rumah sakit, aku lihat tubuh kakak ditutupi kain putih, dari ujung kaki hingga kepala. Aku marah saat itu ibu. Aku meminta suster untuk melepas kain putih itu, kasian kakak, tidak bisa bergerak. Tapi suster itu hanya diam ibu, Mbak Riri malah nangis terus. Saat itu aku baru sadar, ini sama ya seperti dulu saat aku dan kakak menjemput ibu dan ayah di rumah sakit???
Ibu menjemput kakak ke surga? Ibu dan ayah membawa kakak ke surga juga?
Tapi kenapa hanya kakak, bu? Kenapa aku tidak?
Ibu lihatkan, saat itu sampai sekarang aku tidak pernah menangis, sedikitpun tidak. Aku ingat dulu ibu pernah bilang, kalau anak laki-laki cengeng tidak bisa masuk surga. Apa karena dulu aku sering menangis makanya ibu tidak mau mengajakku bersama kakak? Tapi sekarang aku tidak menangis ibu, sudah tidak, sama sekali tidak.
Keesokan harinya aku diusir Mak Rohmah ibu, dia bilang aku tidak mungkin bisa membayar uang kontrakkan dan dia juga bilang kalau dia tidak mungkin membiarkan adik seorang pelacur tinggal di rumah kontrakannya. Pelacur itu apa ibu? dia bilang aku adik seorang pelacur berarti kakakku pelacur? Pelacur itu apa bu?
Aku ingin bertanya padanya apa itu pelacur. Tapi aku tidak berani ibu. wajah Mak Rohmah seram sekali.
Saat itu aku tidak menangis ibu.
Ibu, bagaimana kabar kakak di sana?
Dia baik-baik saja kan?
Aku rindu ibu.
Sampaikan padanya aku baik-baik saja, ia tak perlu khawatir, ibu dan ayah juga tak perlu khawatir, aku baik-baik saja.
Ibu tau tidak, sejak kakak ikut ke surga, setiap hari aku bernyanyi di jalanan, dari satu mobil ke mobil yang lain. Pemilik mobil itu baik sekali ibu, setiap aku bernyanyi walau laguku belum selesai mereka memberikanku uang, baik ya? Uangnya aku pakai untuk membeli makan bu.
Tapi, ada juga orang-orang yang jahat bu. Suatu hari pernah ada segerombolan orang berseragam yang turun dari mobil besar. Mereka mengejar kami para penyanyi di jalanan. Tentu saja kami memberontak . Aku lari, secepat yang aku bisa. Tapi langkah orang itu lebih cepat dan lebar dari langkahku. Akhirnya aku tertangkap bu. Orang itu mencengkeram tangaku, sakit sekali. Saat aku berusaha untuk lari lagi, ia langsung memukul kepalaku dengan tongkat yang dibawanya. Lebih sakit lagi rasanya bu. Kepalaku pusing, mual.
Tapi aku tidak menangis bu, sedikitpun tidak. Saat itu aku berharap ibu datang menjemputku, agar rasa sakitku hilang.
Ibu, suratku ini adalah ceritaku untukmu. Sudah lama aku ingin bercerita denganmu ibu, tapi aku tidak tahu bagaimana.
Ibu, sekarang sudah jam berapa di surga?
Di sini sudah jam 11 malam, ibu.
Dingin sekali.
Padahal biasannya aku paling tahan dingin, tapi akhir-akhir ini tidak bu.
Dinginnya menusuk tulang. Ngilu.
Tulan-tulangku seperti mau hancur. Sakit.
Sudah 3 hari ini aku tidak makan, ibu. tubuhku lemah sekali. Aku tidak sanggup berdiri lama, berjalan, bernyanyi dari mobil ke mobil. Tidak sanggup, bu.
Dingin, ibu.
Tapi aku tidak menangis, lihat kan bu? Aku sama sekali tidak menangis. Ibu harus percaya, aku tidak menangis bu. Aku mohon jemput aku.
Ibu, sudah beberapa hari ini aku batuk-batuk. Tidak mau berhenti. Terus batuk sampai dadaku sakit.
Sesak, bu.
Kadang saat aku batuk ada darah yang keluar. Dadaku sakit, bu. Tenggorokanku panas.
Sakit, bu.
Tapi lihat, aku tidak menangis kan? Ibu percaya kan? Aku tidak menangis bu. Aku mohon jemput aku.
Sebenarnya aku tidak yakin surat ini akan sampai padamu ibu. Semoga malaikat penjaga surga berbaik hati dan menyampaikan surat ini kepadamu.
Ibu, jika ibu sudah membaca surat ini, aku mohon ibu menungguku di depan pintu surga. Kalau ibu tidak bisa menjemputku tak apa, tapi tunggu aku di depan pintu surga bu. Aku mohon.
Sampaikan salam sayangku pada ayah dan kakak ya bu.
Ajak juga mereka menungguku di depan pintu surga.
Sayang ibu.
Anakmu

Kelak, dia adalah "sepatu" ku yang nyaman


Kelak, dia adalah "sepatu"ku yang nyaman :). Walau aku belum tau siapa dia, tapi dia haruslah "sepatu"ku yang nyaman.
Terinspirasi dari sepatu cantik yang membuat jatuh cinta seminggu terakhir ini.
Pernah jalan-jalan ke toko atau pasar atau tempat apapun yang menjual sepatu, kemudian mendapatkan satu sepatu yang menarik perhatianmu? Sepatu yang terlihat cantik di matamu? Sederhana, tapi cocok dengan warna kulit kakimu. Namun ternyata ukurannya ga pas, mungkin kebesaran atau kekecilan? Pernah?
Yap, aku baru saja menemukannya hmm seminggu yang lalu. Menemani teman berbelanja di salah satu pusat perbelanjaan dan mendapatkan satu sepatu, cantik, sederhana. Sepatu berwarna pink, tapi tidak mencolok. Cantik, sungguh. Tapi saat itu aku tidak berniat untuk membelinya. Dan hari ini, aku kembali ke toko itu, iseng sih tadinya ga berharap juga sepatu itu masih ada. Eh ternyata sepatu cantik itu masih ada, dipajang di tempat yang sama. Setelah mendapat kesepakatan harga, tinggal mencocokan ukuran. Namun sayang, memang bukan jodohnya, tidak ada ukuran yang pas dengan kakiku. Sebenarnya bisa memaksa membelinya, memaksa memakainya, karena memang cantik, tapi tidak pas ukurannya.
Patah hati. Sudah terlanjur jatuh cinta, tapi ternyata tidak pas.
Kalau ukurannya kekecilan akan membuat kaki jadi mudah lecet. Luka. Iritasi. Sakit.
Kalau ukurannya kebesaran akan mudah lepas dari kaki. Ga pantas juga jadinya.
Intinya kalau ukurannya ga pas jadinya ga nyaman.
Memikirkannya lagi membuat aku teringat pada sosok "dia" kelak. Dia yang aku belum tau siapa. Dia yang belum bisa aku bayangkan seperti apa.
Yang jelas, dia kelak adalah "sepatu"ku yang nyaman. Bukan, bukan dia yang bisa aku injak-injak. Aku tidak sedang memandang sepatu dari sisi itu sekarang.
Tapi dia yang tidak akan membuat luka, bukan juga yang mudah lepas, tapi dia yang pas. Dia yang mau menemani di setiap langkah yang aku ambil, melindungi ku, dan membuatku nyaman. Dia yang bisa menyesuaikan dengan situasi apapun bersamaku.
Oke, satu hal yang harus aku akui, memilihnya kelak tidak akan sesederhana memilih sepatu. Banyak hal yang harus aku pertimbangkan. Bukan hanya mengenai kenyamanan yang ia berikan. Bukan hanya dilihat dari penampilan luarnya, bukan juga dari warna kulitnya. Memilihnya kelak akan jadi keputusan penuh pertimbangan yang pernah aku ambil.
Dia kelak bukan hanya yang membuatku nyaman. Dia kelak adalah dia yang mempunyai akhlak yang baik. Dia kelak adalah dia yang mampu menjadi imam yang baik, memimpin keluarganya sesuai ajaran agama, bukan hanya aku tapi juga anak-anak. Dia kelak bukan hanya seorang pencari nafkah tapi juga seseorang yang mempunyai waktu untuk mengajari mengaji dan  mendongeng mengenai kisah para nabi untuk anak-anak. Dia kelak bukan hanya seorang ayah dengan peraturan dan egonya tapi juga ayah yang selalu mempertimbangkan pendapat anak-anak.
Dia kelak adalah "sepatu" ku yang nyaman :)

Untukmu yang aku belum tau siapa

Aku memang belum tau kamu siapa
Aku tidak tau sekarang kamu di mana dan sedang apa
Tapi aku yakin,
kamu kelak adalah "sepatu" ku yang nyaman
Bukan yang akan membuat luka
bukan juga yang mudah lepas
tapi kamu yang pas dan membuat nyaman
kamu yang akan melindungi, menemani, dan membimbing
kamu yang bisa menyesuaikan dengan situasi apapun bersamaku
kamu yang berakhlak baik
kamu yang akan menjadi pemimpin yang baik bagi keluarga
kamu yang tidak hanya menghabiskan waktu untuk bekerja
tapi juga kamu yang punya waktu untuk mengajari anak-anak mengaji
dan meluangkan waktu untuk mendongeng mengenai kisah para nabi
kamu yang mengesampingkan ego
dan mempertimbangkan pendapat aku maupun anak-anak
kamu kelak adalah "sepatu" yang nyaman bagi keluarga kita
:)


Rabu, 15 Februari 2012

Skripsi oh Skripsweet

"Ya udah. Balik ke solo aja dulu. Proposalnya dikerjain, cepet diselesaiin, jangan mau ketinggalan" - Ibu, 8 Februari 2012

"Piye proposalmu? Udah sampe mana? Gek ndang digarap ndang ujian" - Penguji 2 skripsi, 13 Februari 2012

"Udah ini cepetan dikerjain, cepet diselesain ya" - Pembimbing 1 skripsi, 14 Februari 2012

"Skripsi lancarkan?" - Ibu, 15 Februari 2012


Skripsi, skripsweet :)

Sabtu, 14 Januari 2012

Kamis, 12 Januari 2012

^^

"Aku tidak tertarik siapa dirimu, 
atau bagaimana kau tiba di sini,
aku ingin tau apakah kau mau berdiri di tengah api bersamaku dan tak mundur teratur?
Aku tidak tertarik di mana atau dengan siapa kau belajar,
aku ingin tau apakah yang menjaga mu dari dalam saat segala sesuatunya berjatuhan"
-Jean Houston-